Tak hanya di darat, pungli juga marak di laut

JAKARTA. Asosiasi perusahaan pelayaran nasional atau Indonesian National Shipowners Association (INSA) keberatan dengan pungutan liar (pungli) yang marak di sektor pelayaran.
Akibat pungli tersebut, anggota INSA mengaku rugi Rp 5,5 triliun per tahun, karena biaya operasional perusahaan melonjak hingga 10%.

Carmelita Hartoto, Ketua Umum INSA, mengatakan, biaya operasional yang tinggi berdampak pada tarif biaya logistik. Sebab, secara tidak langsung biaya operasional akan dibebankan pada tarif jasa.

“Jika kapal ketika dihentikan di laut, maka akan menambah biaya kapal, karena konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) lebih banyak, kemudian waktu tempuh menjadi lebih lama,” kata Carmelita di Jakarta, Rabu (9/5).

Kenaikan biaya operasional itu akan menimbulkan kenaikan tarif penyeberangan hingga 10%. Carmelita khawatir, hal ini tidak membebankan industri pelayaran nasional, tetapi juga masyarakat yang menggunakan jasa transportasi perhubungan laut.

“Pada dasarnya perusahaan kapal nasional hanya butuh Surat Izin Berlayar, namun masing-masing lembaga memeriksa sesuai kepentingan masing-masing, seperti pengecekan perdagangan ilegal dan pemeriksaan narkoba, inilah yang menyebabkan perjalanan kapal menjadi tertunda,” terangnya.

Carmelita menambahkan, saat ini jumlah perusahaan pelayaran tanah air yang tergabung dalam asosiasi INSA berjumlah 1.300 perusahaan dengan 53.000 kapal yang sudah berbendera merah putih.